ETNOGRAFI
BARITAN
A. Pendahuluan
Lokasi
:
Desa Asem Doyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang
Informan : Bapak Mahmud
Metode : Wawancara mendalam
Bapak Mahmud adalah penduduk asli
Desa Asem Doyong, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Sehari-harinya ia bekerja
sebagai seorang nelayan. Bapak Mahmud sudah menjadi salah satu panitia pengurus
sesaji ntuk baritan sejak tahun 1977 sampai sekarang. Jadi, dapat dikatakan
bahwa Bapak Mahmud ini adalah salah satu orang yang banyak mengetahui tentang
adat baritan ini.
Salah satu kebudayaan yang ada di
Pemalang adalah Baritan. Budaya baritan sendiri berasal dari Desa Asem Doyong,
Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Baritan berasal dari kata “Barito” yang artinya perahu. Baritan
merupakan acara syukuran yang dilakukan para nelayan Desa Asem Doyong atas
berkah atau rezeki hasil laut yang melimpah.
Baritan
biasanya dilakukan setiap tanggal 1 bulan Sura dalam penanggalan Jawa ataupun
bulan Muharram dalam penanggalan hijryah.
Sebelum dilarung ke tengah
laut, biasanya dilakukan ritual atau di do’akan terlebih dahulu oleh sesepuh di
desa tersebut. Acara pelarungan sesaji diikuti oleh warga sekitar atau dari
luar desa tersebut yang antusias ingin melihat secara langsung bagaimana proses
pelarungan sesaji ke tengah laut.
Ada tiga jenis perahu
yang digunakan untuk melarung sesaji ke tengah laut, yaitu Perahu Gemplo,
Perahu Cantrang, dan Perahu Garuk.
Sesaji yang digunakanpun
mengikuti jenis perahu yang akan dipakai
untuk melarung sesaji ke tengah laut.
B. Periode
Awal
Baritan ada di Desa Asem Doyong
sejak tahun 1951. Baritan berasal dari kata Barito
yang artinya perahu. Asal mula adanya baritan yaitu pada zaman dahulu nenek
moyang di Desa Asem Doyong merasa syukur atas usahanya yang melimpah mencari ikan
di laut. Nenek moyang mengadakan syukuran secara sederhana, yaitu hanya dengan
ponggol (nasi yang bungkus daun pisang
dengan lauk di atasnya dan dibungkus kecil-kecil atau masyarakat jawa biasa meneyebutnya
golong) saja. Dari kebiasaan yang dilakukan nenek moyang tersebut, acara
syukuran atau baritan tersebut secara turun-temurun terus-menerus dilakukan dan
sudah menjadi sebuah adat bagi masyarakat Desa Asem Doyong. Sebenarnya, jika
acara baritan ini tidak dilakukan tidak apa-apa, tetapi karena ini sudah
menjadi sebuah adat, baritan selalu dilakukan setiap tahunnya oleh
masyarakatnya.
Sebelum acara pelarungan sesaji ke
tengah laut, penduduk desa biasanya mengadakan hiburan pada malam harinya.
Hiburan tersebut yaitu wayang kulit. Antusias warga untuk menonton wayang kulit
sangat tinggi, bahkan orang-orang yang bukan asli warga Desa Asem Doyong pun
berbondong-bondong untuk melihatnya. Mayoritas yang mengunjungi adalah kaum
laki-laki yang sangat antusias untuk menonton wayang kulit. Hiburan tersebut
dapat menghabiskan waktu semalam suntuk.
C. Periode
saat ini
Seiring dengan perkembangannya
zaman, baritan kini berubah nama menjadi “sedekah laut”. Meskipun begitu, masih
banyak masyarakat yang menyebutnya dengan “baritan”. Dari hanya acara syukuran
secara sederhana yang dilakukan nenek moyang terdahulu atas usaha mencari ikan
yang melimpah, kini sedekah laut berkembang dan dilakukan secara besar-besaran.
Sesaji yang digunakanpun tidak hanya ponggol saja, seperti nenek moyang dahulu,
kini baritan dilaksanakan dengan menggunakan bermacam-macam jenis makanan dan
lain-lainnya. Selain itu juga banyak masyarakat yang ikut dan berpatisipasi dalam acara
sedekah laut ini. Bukan hanya penduduk asli Desa Asem Doyong saja, tetapi tidak
sedikit pula penduduk dari desa lain yang berdatangan berpatisipasi dan
meramaikan acara sedekah laut atau baritan ini.
Adapun
sesaji yang digunakan dalam baritan sekarang ini adalah sebagai berikut :
Ø Kepala
kerbau
Kepala kerbau di sini
sebagai simbol bahwa kerja nelayan itu keras, layaknya kerbau.
Ø Tumpeng
Ø Ponggol
(32)
Ø Pisang
7 jenis
Ø Ayam
hidup
Ø Bubur
merah-putih
Ø Alat-alat
pertanian
Seperti cangkul, luku,
sabit, dll
Ø Aksesoris
Seperti : sisir,
gangsing, yoyo, panggalan.
Ø Makanan
pasar
Ø Jarit
dan Kebaya
Jarit dan kebaya ini
disertakan konon karena siapa tahu bahwa yang menerima sesaji ini adalah
penghuni laut wanita.
Ø Bunga-bungaan
Ø Ikan
petek / gereh
Ø Sate
Ø Bakaran
ikan lele
Dari sesaji-sesaji yang telah disebutkan di
atas, banyak sekali perubahannya. Hanya dari ponggol saja, kini sesaji yang
digunakan sudah bermacam-macam. Di sini terdapat perbedaan antara sedekah bumi
dan sedekah laut. Jika sedekah bumi sesaji yang digunakan berupa palawija dan
buah-buahan, kalau sedekah laut adalah kepala kerbau. Kepala kerbau di sini
melambangkan kerja nelayan itu keras.
Pada baritan periode awal, hiburan yang
diadakan pada malam sebelum acara pelarungan sesaji ke tengah laut hanya berupa
wayang kulit saja, berbeda dengan sekarang banyak hiburan yang disajikan untuk
penduduk asli desa maupun luar desa. Hiburan yang disajikan pun mengikuti
dengan perkembangan zaman, meskipun wayang kulit tidak serta-merta
ditinggalkan. Hanya saja, kini hiburan itu ditambah dengan hiburan lain,
seperti orkes dangdut, pengajian, dan musik-musik gambus atau kosidahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar