Sabtu, 29 November 2014

ETNOGRAFI


ETNOGRAFI
BARITAN

        A. Pendahuluan

Lokasi                         : Desa Asem Doyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang
Informan         : Bapak Mahmud
Metode            : Wawancara mendalam

            Bapak Mahmud adalah penduduk asli Desa Asem Doyong, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang. Sehari-harinya ia bekerja sebagai seorang nelayan. Bapak Mahmud sudah menjadi salah satu panitia pengurus sesaji ntuk baritan sejak tahun 1977 sampai sekarang. Jadi, dapat dikatakan bahwa Bapak Mahmud ini adalah salah satu orang yang banyak mengetahui tentang adat baritan ini.

            Salah satu kebudayaan yang ada di Pemalang adalah Baritan. Budaya baritan sendiri berasal dari Desa Asem Doyong, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang. Baritan berasal dari kata “Barito” yang artinya perahu. Baritan merupakan acara syukuran yang dilakukan para nelayan Desa Asem Doyong atas berkah atau rezeki hasil laut yang melimpah.

Baritan biasanya dilakukan setiap tanggal 1 bulan Sura dalam penanggalan Jawa ataupun bulan Muharram dalam penanggalan hijryah.

Sebelum dilarung ke tengah laut, biasanya dilakukan ritual atau di do’akan terlebih dahulu oleh sesepuh di desa tersebut. Acara pelarungan sesaji diikuti oleh warga sekitar atau dari luar desa tersebut yang antusias ingin melihat secara langsung bagaimana proses pelarungan sesaji ke tengah laut.

Ada tiga jenis perahu yang digunakan untuk melarung sesaji ke tengah laut, yaitu Perahu Gemplo, Perahu Cantrang, dan Perahu Garuk.
Sesaji yang digunakanpun  mengikuti jenis perahu yang akan dipakai untuk melarung sesaji ke tengah laut.


    B. Periode Awal

            Baritan ada di Desa Asem Doyong sejak tahun 1951. Baritan berasal dari kata Barito yang artinya perahu. Asal mula adanya baritan yaitu pada zaman dahulu nenek moyang di Desa Asem Doyong merasa syukur atas usahanya yang melimpah mencari ikan di laut. Nenek moyang mengadakan syukuran secara sederhana, yaitu hanya dengan ponggol (nasi yang bungkus daun pisang dengan lauk di atasnya dan dibungkus kecil-kecil atau masyarakat jawa biasa meneyebutnya golong) saja. Dari kebiasaan yang dilakukan nenek moyang tersebut, acara syukuran atau baritan tersebut secara turun-temurun terus-menerus dilakukan dan sudah menjadi sebuah adat bagi masyarakat Desa Asem Doyong. Sebenarnya, jika acara baritan ini tidak dilakukan tidak apa-apa, tetapi karena ini sudah menjadi sebuah adat, baritan selalu dilakukan setiap tahunnya oleh masyarakatnya.

            Sebelum acara pelarungan sesaji ke tengah laut, penduduk desa biasanya mengadakan hiburan pada malam harinya. Hiburan tersebut yaitu wayang kulit. Antusias warga untuk menonton wayang kulit sangat tinggi, bahkan orang-orang yang bukan asli warga Desa Asem Doyong pun berbondong-bondong untuk melihatnya. Mayoritas yang mengunjungi adalah kaum laki-laki yang sangat antusias untuk menonton wayang kulit. Hiburan tersebut dapat menghabiskan waktu semalam suntuk.


     C. Periode saat ini
           
            Seiring dengan perkembangannya zaman, baritan kini berubah nama menjadi “sedekah laut”. Meskipun begitu, masih banyak masyarakat yang menyebutnya dengan “baritan”. Dari hanya acara syukuran secara sederhana yang dilakukan nenek moyang terdahulu atas usaha mencari ikan yang melimpah, kini sedekah laut berkembang dan dilakukan secara besar-besaran. Sesaji yang digunakanpun tidak hanya ponggol saja, seperti nenek moyang dahulu, kini baritan dilaksanakan dengan menggunakan bermacam-macam jenis makanan dan lain-lainnya. Selain itu juga banyak masyarakat  yang ikut dan berpatisipasi dalam acara sedekah laut ini. Bukan hanya penduduk asli Desa Asem Doyong saja, tetapi tidak sedikit pula penduduk dari desa lain yang berdatangan berpatisipasi dan meramaikan acara sedekah laut atau baritan ini.

Adapun sesaji yang digunakan dalam baritan sekarang ini adalah sebagai berikut :

Ø  Kepala kerbau
Kepala kerbau di sini sebagai simbol bahwa kerja nelayan itu keras, layaknya kerbau.
Ø  Tumpeng
Ø  Ponggol (32)
Ø  Pisang 7 jenis
Ø  Ayam hidup
Ø  Bubur merah-putih
Ø  Alat-alat pertanian
Seperti cangkul, luku, sabit, dll

Ø  Aksesoris
Seperti : sisir, gangsing, yoyo, panggalan.
Ø  Makanan pasar
Ø  Jarit dan Kebaya
Jarit dan kebaya ini disertakan konon karena siapa tahu bahwa yang menerima sesaji ini adalah penghuni laut wanita.
Ø  Bunga-bungaan
Ø  Ikan petek / gereh
Ø  Sate
Ø  Bakaran ikan lele

         Dari sesaji-sesaji yang telah disebutkan di atas, banyak sekali perubahannya. Hanya dari ponggol saja, kini sesaji yang digunakan sudah bermacam-macam. Di sini terdapat perbedaan antara sedekah bumi dan sedekah laut. Jika sedekah bumi sesaji yang digunakan berupa palawija dan buah-buahan, kalau sedekah laut adalah kepala kerbau. Kepala kerbau di sini melambangkan kerja nelayan itu keras.

          Pada baritan periode awal, hiburan yang diadakan pada malam sebelum acara pelarungan sesaji ke tengah laut hanya berupa wayang kulit saja, berbeda dengan sekarang banyak hiburan yang disajikan untuk penduduk asli desa maupun luar desa. Hiburan yang disajikan pun mengikuti dengan perkembangan zaman, meskipun wayang kulit tidak serta-merta ditinggalkan. Hanya saja, kini hiburan itu ditambah dengan hiburan lain, seperti orkes dangdut, pengajian, dan musik-musik gambus atau kosidahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar