Judul : Soeharto dalam Cerpen Indonesia
ISBN : 979-3062-14-2
Kumpulan cerpen ini berbeda dengan
kumpulan cerpen lainnya, jika biasanya dalam suatu kumpulan cerpen hanya
terdiri dari satu penulis saja, maka dalam
kumpulan cerpen “Soeharto dalam Cerpen
Indonesia” ini terdiri dari beberapa penulis. Meskipun dari penulis yang
berbeda, cerpen ini mengangkat satu tema yaitu tentang bagaimana keepemimpinan
Soeharto pada masa Orde Baru. Berikut adalah judul cerpen dan penulisnya yang
terdapat dalam kumpulan cerpen ini :
1. Menembak
Banteng (F. Rahardi)
2. Bapak
Presiden yang Terhormat (Agus Noor)
3. Paman
Gober (Seno Gumira Ajidarma)
5. Tembok
Pak Rambo (Taufik Ikram Jamil)
6. Saran
“Groot Majoor” Prakosa (Y.B. Mangunwijaya)
7. Bukan
Titisan Semar (Bonari Nabonenar)
8. “Masuklah
ke Telingaku, Ayah” (Triyanto Triwikromo)
9. Monolog
Kesunyian (Indra Tranggono)
10. Celeng
(Agus Noor)
11. Senotaphium
(Agus Noor)
12. Gadis
Kecil dan Mahkota Raja (Sunaryono Basuki Ks.)
13. Menari
di atas Mayat (Indra Tranggono)
14. Negeri
Angin (M. Fudoli Zaini)
15. Puteri
Jelita dan Terbunuhnya Tuan Presiden (Joni Ariadinata)
16. Orang
Besar (Jujur Prananto)
Setidaknya ada enam belas judul cerpen dari penulis yang
berbeda dalam kumpulan cerpen ini. Para penulis mengangkat tema yang sama,
yaitu kekuasaan Soeharto pada masa Orde Baru. Dalam perbedaan usia dan lintas
generasi, mereka berkarya dan menjadikannya dalam satu kumpulan cerpen. Mereka
tidak pandang usia dan lintas generasi di antara mereka.
Kumpulan cerpen ini sebagai wujud ekspresi dari para
penulis yang hidup dalam sistem yang dibangun Soeharto. Kepemimpinan yang tiada
hentinya, selama 32 tahun Soeharto memimpin negeri ini. selama itu pula
Soeharto menerapkan Rezim Orde Baru. Rezim Orde Baru sendiri adalah gaya kepemimpinan
Soeharto. Semua tatanan politik benar-benar berada di tangan Soeharto. Tidak
ada yang dapat membantah ataupun melarang aturan-aturan yang ditetapkan oleh
Soeharto.
Dalam kumpulan cerpen ini, para penulis menggunakan
bahasa yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pembaca
dapat dengan mudah memahami maksud dari kumpulan cerpen ini. Tidak sedikit juga
penulis menggunakan bahasa Jawa dalam menulis cerpen ini, seperti contoh dalam
cerpen yang berjudul “Menembak Banteng”
karya F. Rahardi dan “Bapak Presiden yang Terhormat” karya Agus Noor. Jadi, bagi kita yang berdarah
Jawa tidak sulit untuk memahami kumpulan cerpen ini.
Salah
satu satu judul cerpen yang ada dikumpulan cerpen ini adalah “Paman Gober” karya Seno Gumira Ajidarma. Dalam cerpen “Paman Gober” ini menggambarkan ketidakberdayaan masyrakat
Indonesia dalam menghadapi seorang penguasa beserta sistem yang dibangunnya.
Sebenarnya
siapa yang dimaksud dengan tokoh “Paman
Gober” dalam cerpen ini ? Tokoh Paman
Gober di sini tak lain adalah adalah Soeharto.
Nama tokoh yang digunakan dalam cerpen ini mengambil dari nama dunia anak-anak.
Seperti Paman Gober, Nenek Bebek, Donal, Kwak,
Kwek, dan Kwik.
Cerpen
ini menceritakan bagaimana kematian Soeharto ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Setiap kali ada koran yang terbit atau berita di Televisi, yang ingin mereka
ketahui “apakah Paman Gober hari ini
sudah mati?”
Di sini diceritakan Paman
Gober yang bertambah kaya setiap harinya, gudang-gudang uangnya berderet dan
penuh. Paman Gober yang tak
terkalahkan dengan kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya. Begitu banyak
kekayaannya, sampai ia sendiri tidak hafal pabrik apa saja yang dimilikinya.
Karena hampir semua macam pabrik, ia punya. Paman Gober memang anggota klub
Milyader No. 1, namun Paman Gober adalah bebek yang sangat pelit. Bahkan pada
keluarganya. Ia tidak pernah memberi bantuan. Meski Donal sudah bekerja dengan
sangat keras, Donal beserta keponakannya, Kwak, Kwek, dan Kwik hasilnya tidak
pernah dibagi. Paman Gober hanya memeras tenaga dan mencuri gagasan mereka
saja. Begitu liciknya Paman Gober itu.
Berkali-kali penjahat kelas kakap, menggarap gudang uang Paman Gober, namun keberuntungan selalu
berada di pihak Paman Gober. Paman Gober begitu
rakus, orang-orang yang mengancam reputasinya sebagai orang kaya justru tidak
akan mendapat simpati. Paman Gober akan menangis tersedu-sedu meski hanya
kehilangan uang satu sen. Ia sama
sekali bukan tokoh yang teladan, namun mengapa ia bisa begitu cintai?
Pemilihan yang selalu
berlangsung seolah-olah demokratis, tetapi Paman Gober selalu terpilih kembali.
Sampai-sampai seperti tidak ada calon yang lain lagi. Kekuasaan yang begitu
lama disandang oleh Paman Gober.
Paman Gober memang terlalu kuasa dan kaya. Ia selalu
bermandikan uang. Paman Gober tidak pernah peduli dengan tetangga-tetangganya.
Ia bahkan sangat kejam, akan menyembelih sesama bebek jika tidak sepaham dengan
kekuasaannya. Paman Gober selalu membanggakan dirinya sendiri, selalu
menceritakan ulang jasa-jasanya kepada warga kota Bebek. Tidak ada yang berani
melawan Paman Gober.
Pada suatu hari Donal bertanya, “Mengapa Paman Gober tidak mengundurkan diri saja ?” sudah waktunya
Paman Gober tidak terlibat lagi dengan urusan duniawi.
Paman Gober menjawab,
“saya juga ingin seperti itu. Memancing, main golf, membuka butir-butir
falsafah hidup bangsa bebek”. Tapi, apa mungkin saya menolak kehormatan yang
diberikan segenap unggas?
Segenap pengurus mungkin dapat dipilih secara
berganti-ganti. Namun, tidak dengan kedudukan Paman Gober. Para pelajar seperti
Kwak, Kwik, dan Kwek menjadi bingung bila membandingkannya dengan jatah
kepemimpinan di negara lain. Mengapa Paman Gober selalu terpilih, padahal ia
bukan tokoh yang teladan? Paman Gober seolah tidak tergantikan. Kii semua orang
hanya menunggu kematian Paman Gober. Tiada lagi yang mereka tunggu, selain kabar
kematian Paman Gober. Setiap pagi mereka berharap akan membaca berita kematian
Pamar Gober di halaman pertama.
Itulah rangkuman cerpen
“Paman Gober” karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen ini benar-benar menelanjangi
Soeharto. Ucapan, perintah, perilaku, pribadi dari Soeharto dikupas secara
tajam di sini. Dimana orang-orang yang tidak sepaham dengan penguasa akan di
pinggirkan, bahkan dicekal.
Perhatikan
cuplikan-cuplikan kalimat berikut :
1. “Begitu
kayanya Paman Gober”.
2. Anggota
Klub Milyader No. 1”.
3. “Ia
sama sekali bukan tokoh teladan, tapi mengapa begitu dicintai”.
4. “Entah
mengapa ia selalu terpilih kembali...
Begitu
seringnya ia terpilih, sampai-sampai seperti tidak ada calon yang lain lagi”.
Kalimat-kalimat di atas
mudah dirujuk ke dalam diri Soeharto dengan mudah semasa masih berkuasa.
Soeharto memang sangat kaya, ia seorang Milyader No. 1 di negeri ini, tapi ia
sangat pelit. Ia tidak pernah memberi bantuan. Ia begitu licik, menya mengambil
ide dan gagasannya saja tanpa mau berbagi hasil. Dia banyak dipergunjingkan
orang, tapi tidak ada yang berani bersuara, hingga seakan-akan ia begitu
dicintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar